Kehilangan

Kehilangan dan runtuhnya semangat hidup, kerapkali terjadi ketika yang hilang dari hidup kita adalah orang yang terkasih dan paling menyokong kehidupan selama ini. Hal inilah yang terjadi kepadaku, sepanjang tahun 2023 kehidupan tak hentinya membuatku babak belur dan terseok seok. Belum genap sebulan pindah ke Jawa setelah sekian lama tinggal di Kalimantan tak serta merta membuat hidupku enak dan bahagia penuh seperti yang teman teman lain rasakan berkumpul bersama keluarga dan lengkap. Ibuku sakit parah hingga meninggal, depresi yang menimpaku, kandasnya hubungan dengan laki laki yang kukira akan sampai ke pernikahan, musibah finansial dan ditutup dengan kehilangan nenek dan teman temanku pindah tugas memukulku kembali di penghujung tahun. Entah apa yang Tuhan rencanakan dengan hidupku, sambil terseok seok menjalani hidup, aku depresi, tidak punya semangat hidup dan hampir kehilangan diri sendiri.

Ada ungkapan,” Semua orang boleh pergi, asal jangan ibu.”, dan kali ini yang pergi adalah ibuku. Dia mengantarkanku ke kota kecil dan sepi ini untuk bertugas, tak menyangka kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali dalam keadaan sehat. Mendapati kenyataan hidup pedih ketika baru kembali dari pulau jauh, melihat ibumu disakiti, dan sakit keras membuatmu harus bertahan dan kuat. Berminggu minggu bolak balik untuk mengurus ibu sakit dan ditinggal pergi ketika baru sehari kembali bekerja rasanya dunia runtuh. Kiamat di kehidupanku terjadi, kenapa yang pergi bukan yang menyakitimu tapi kamu ibu? Bahkan ibu tak mengajarkan kami membenci bapak atas apa yang terjadi. Aku tak tahu hatimu terbuat dari apa, tapi hidupku tak lagi sama setelah kepergianmu. Rumah yang tadinya hangat menjadi dingin, tempatku pulang sudah dikubur tanah, tangisanku pecah melihat tubuh dinginmu sudah dibalut kain kafan putih. Semua orang berusaha menenangkanku dan memastikan air mataku tidak jatuh di tubuhmu yang sudah disucikan, kata orang itu akan memberatkanmu pergi ke kehidupan selanjutnya.

Seminggu setelah ibu meninggal dan setiap harinya aku harus menyambut tamu yang datang dengan duka yang masih menganga, adek menikah. Semua orang menangis di hari pernikahan, tentu saja karena beberapa hari lalu ibu masih ada dan sekarang sudah beda dunia. Aku bahkan tak tahu bagaimana menjalani hari kerja setelah kembali, menyetir sendirian ke kotaku dan sepanjang perjalanan menangis karena Tuhan tak kasih kesempatan aku untuk bisa jalan jalan bareng ibu dan membawanya kesana kemari ketika aku sudah bisa membawanya. Setidaknya mobil ini sudah membawa ibu ke rumah sakit dan menjadi tempatku menumpahkan tangis paling sering.

Menjalani hari hari bekerja kembali, dan yang sering kulakukan di meja adalah menangis, menatap meja dengan tatapan kosong seperti tak punya harapan hidup. Seumur hidupku, sejauh apapun merantau dan kemanapun aku melakukan perjalanan, rasa takut dan sedih tidak menyertaiku, karena aku tau setiap pulang aku punya tempat kembali. Duniaku runtuh, hubunganku pun berakhir sebulan setelah kepergian ibuku. Sahabat sahabat terdekatku marah, karena laki laki yang harusnya menyertaiku ketika hidupku separuh lumpuh malah memilih pergi. Tak berselang lama aku memutuskan untuk menyembuhkan diriku yang tidak baik baik saja dengan bantuan profesional. Aku sangat bersyukur di kehidupan ini rejeki memiliki orang tua bagiku mungkin selesai, tapi aku dan adik adikku akur, saudara hadir, teman temanku banyak dan supportive, dan orang orang peduli serta menyayangiku. Proses menerima kehidupan ini agaknya menjadi lebih terbantu karena hadirnya mereka.

Prosesku berdamai dengan keadaan butuh waktu yang sangat panjang, karena aku berduka dan butuh waktu lama untuk sembuh. Mungkin setahun, seumur hidup? Bisa saja. Momen puasa dan lebaran menjadi hal yang tidak kusukai, ternyata tak hanya kepergian ibu yang membuatnya terasa berat, harus berkonflik dengan orang tua satunya lebih melelahkan. Tidak semua orang bertambah dewasa akan menjadi dewasa, salah satunya bisa jadi hanya menua tapi jiwa bocahnya masih sama. Dari konseling dengan psikolog, aku belajar banyak hal dan mendapatkan validasi emosi yang memang diperlukan orang yang sedang depresi. Banyak yang hanya fokus membahas agama, sholat mengaji, banyak sekali teori keagamaan yang tidak kusukai dari beberapa teman, yang membuatku muak hingga hampir murtad. Tapi itu tidak kulakukan, mungkin doa ibu yang menyelamatkanku. Aku ikut trip untuk umroh dan menghadiahkan ibadah ini untuknya yang sudah pergi. Sedih rasanya, ajakanku untuk umroh sejak 6 tahun lalu tidak diiyakan malah terlaksana ketika kematian sudah menjemputnya. Jadilah ibadahku ini penuh duka dan keluh kesah pada yang Maha Kuasa entah kehidupan akan bagaimana setelah ini.

Kembali menjalani kehidupan bekerja, mulai traveling lagi, dan segala kegiatan yang mendukungku menjadi lebih fokus pada apa yang masih harus kujalani akhirnya membuatku lebih baik. Hubunganku yang sempat berakhir kembali membawa kami bersama meskipun ribuan kilometer jauhnya. Sayang sekali ujian hidup dan takdir membawa kami berpisah lagi, kali ini dengan lebih sedih karena berakhir bukan karena kehadiran orang lain. Kami menghadapi ujian hidup masing masing, yang tidak bisa dibandingkan beratnya, kesehatannya yang memburuk dan kondisi keluarga akhirnya memisahkan kami lagi. Kehilangan nenekku yang menyusul ibu meninggal pada beberapa hari sebelum kami berpisah cukup memukulku lagi. Tapi aku sadar, kehidupan tidak selalu sesuai keinginan dan harapan kita, kadang hubungan berakhir karena cinta saja tidak cukup dan kami harus realistis menghadapi masalah masing masing.

Menuju akhir tahun, pengumuman mutasi membawa teman temanku pindah dari kota kecil sepi ini dan memaksaku adaptasi lagi. Yang selalu menemaniku kesana kesini ketika depresi, yang menghampiriku ke kamar ketika aku menangis dan tidak bisa berhenti, menemaniku makan bersama sambil ketawa ketiwi setelah hari kerja, mereka pergi, tinggallah aku di sini berusaha menyibukkan diri dengan kegiatanku dan traveling kesana kemari. Tahun 2023 dengan segala tangis dan keterpurukanku, menyambut 2024 dengan berusaha lebih baik walaupun sulit.

Seperti sepenggal lagu dari Edward Chen ini ketika dimaknai dengan universal, mungkin begitulah kehidupan dan rencana Tuhan.

“Tuhan tak pernah janji langit selalu biru
Tetapi Dia berjanji selalu menyertai
Tuhan tak pernah janji jalan selalu rata
Tetapi Dia berjanji berikan kekuatan”

Cheers,

Travelanggi