Pekerja Kubikel dan Traveling

   Bekerja di sebuah kubikel bersekat yang membuat ruang gerak terbatas bukanlah cita – cita tapi alhamdulillah jadi pekerjaan yang harus disyukuri. Di balik ketidakcocokan jenis kepribadianku dengan pekerjaan clerical ini, tetap menyimpan idealisme dan passion adalah hal yang membuat kewarasan pikiran tetap terjaga. Merencanakan trip yang diinginkan sedemikian rupa di tengah padatnya kerja dan berkas yang menumpuk dengan semena – mena adalah kebahagian yang tidak terkira. Apalagi untuk trip yang akan menguras kantong, tenaga dan waktu, mempersiapkannya jauh jauh hari di sela kesibukan kerja adalah hal yang menyenangkan meski merepotkan. Repot untuk hal yang disukai bukan hal yang jelek kan?
Banyak orang yang mengatakan dan menganggapku banyak uang dan senang menghamburkannya untuk jalan jalan. Well, they wouldn’t give me some entertainment though. Karepmu wis! Toh ini adalah bagian dari menjaga kewarasan diri dari setumpuk pekerjaan. Pekerjaan clerical inilah yang menjadi penopang semua cost untuk traveling ku. Well, I need this job to get money to make a living and go on the trip I want.

   Banyak hal yang bermanfaat dari traveling yang bisa kuambil pelajaran. Dari trip yang dilakukan ramai ramai, terutama seperti naik gunung kita diajarkan untuk tidak egois dan bisa bekerja sama dalam perjalanan, lebih responsive dalam berbagai keadaan mengingat kondisi alam yang bisa berubah sewaktu waktu. Ga mungkin kan kamu lihat temanmu kelelahan lalu dia ditinggal sendirian? Tapi mengukur kemampuan sendiri juga perlu agar nantinya tak menyusahkan rombongan. Untuk traveling dengan jarak cukup jauh dan dilakukan sendirian, the hype is getting more awesome. Bagiku yang tak terlalu cocok melakukan city trip dalam rombongan apalagi mengikuti tour, menyusuri seluk beluk tempat yang dikunjungi tanpa batasan waktu yang ditentukan orang lain adalah hal yang membahagiakan. Bebas berjalan ke setiap sudut kota, mengeksplore setiap objek wisata atau sekedar menyesap kopi favorite sambil memandang orang berlalu lalang adalah hal yang membahagiakan bagi ‘mbak mbak kantoran’ sepertiku. Daripada melihat tumpukan berkas yang selalu bertambah dan muncul masalah masalah baru, traveling adalah pelipur lara yang paling pas.

   Baru dimulai solo traveling yang kuimpikan di tahun 2016 ini, tertunda empat tahun memang tapi setidaknya lebih baik terlambat daripada ga pergi pergi kan? Ke luar negeri pertama kali di umur 24 sebagai birthday gift dan awal mula solo traveling, takut, excited dan deg degan bercampur jadi satu. Sah menjadi anak mainstream karena sudah ke Singapore akhirnya. Aku ndeso banget, yoben hahaha. Walaupun tujuan awal ke Turkey gagal karena keadaan sedang tak kondusif dan tiket yang tak berpihak pada keadaan, birthday runaway trip ini afterall menyenangkan. Dari solo traveling ini kewaspadaan sangat dibutuhkan, boleh berbaik sangka tapi tetap harus waspada melihat sekitar.

   Solo traveling sendiri mengajarkanku banyak hal, pelajaran yang tak didapat dari balik kubikel tempatku bekerja. Mulai dari pesawat didelay, tersesat di bandara mencari pintu keluar karena area yang maha luas, hampir kebablasan stasiun, nyaris kejepit di peron, bertemu teman baru sembari traveling yang akhirnya jadi partner keliling yang seru, banyak kenalan baru, sampai dikuntitin orang India yang setengah maksa menginap di kamarnya ketika menginap di suatu hostel, hingga pengalaman sekamar dorm dengan 9 orang yang sebagian besarnya tukang ngorok dan semuanya orang Indonesia (tega bener mereka ngoroknya) , semua hal aneh lucu dan tak terprediksi terjadi setidaknya menambah pengalaman hidup.

   It’s already June, masa rehat bepergian karena masih dalam rangka ibadah puasa Ramadhan dan kantong yang borot akibat kebanyakan pengeluaran. Selamat menunggu sebulan lagi lebaran, kencangkan ikat pinggang demi bisa maaf maafan bareng keluarga dan Lebaran trip ke kampung halaman.

See ya!

Anggi Restiana, lagi puasa