Catatan Perjalanan Argopuro Berdebu, 15 -18 Oktober 2014

Gunung Argopuro mungkin tak setenar Semeru, tetapi perjalanan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendakiannya jauh lebih memakan waktu. Maklum saja, gunung yang konon mistis dan melegenda dengan puncak Dewi Rengganisnya ini mempunyai sekitar 14 puncak di jajaran Pegunungan Yang dengan jalur pendakian terpanjang di antara semua gunung di Pulau Jawa.

Setelah sebelumnya direncanakan pendakian bersama yang diikuti oleh kami STAPALA STANers 2010 dengan total peserta 12 orang (Bangsal, Enen, Riweuh, Sundul,  Tubis, Keret, Kodok, Rangrang, Buncil, Bekek, Pangki, Kongo)  akhirnya pendakian dilakukan dengan jumlah peserta menyusut menjadi 9 orang karena ketidakikutsertaan Bekek, Kongo dan Pangki yang berhalangan. Terimakasih sebelumnya untuk bapak ibu yang akhirnya mengijinkan anaknya kelayapan, Riweuh yang mengajak ikut dan Bekek yang memberi softloan hihihi.

                Sesuai rundown yang direncanakan ketua perjalanan kami Tubis, meeting point pendakian ini berlokasi di Besuki tanggal 14 malam. Riweuh, aku dan Sundul bertugas membeli logistic keperluan pendakian ini di Jogja, sementara tim yang sebelumnya ke Raung (Tubis, Kodok, Keret, Buncil, Rangrang) langsung menuju lokasi setelah mereka rehat dari pendakian sebelah.

Selasa, 14 Oktober 2014
07.00 – 07.17
Kecapekan semalaman dan begadang di angkringan Tugu membuatku kesiangan berangkat ke stasiun, beruntungnya ada Reyza, teman yang kutumpangi menginap semalam yang ngebut mengantarku sampai stasiun. Kurang 3 menit kereta berjalan, syukurlah aku menemukan Riweuh dan bisa naik kereta dengan selamat. Injury time, alhamdulillah kereta terkejar ~
12.30  
Aku, Riweuh, Enen dan Sundul berada di kereta yang sama dengan kondisi Sundul terpisah di gerbong sebelah. Mondar mandir, nongkrong, ngobrol, tidur, makan walaupun merusuh makanan yang dibawa Enen dan Riweuh  dan sampailah kereta di bagian timur Jawa, Mojokerto.
17.00
Perjalanan naik kereta selalu memberikan cerita yang tak pernah habis, pun perjalanan kami. Di kereta yang kami naiki, ada bule solo travelling marah – marah karena seorang bapak meletakkan barang bawaannya di sembarang tempat. Pengen ikut campur banget aku mentranslate obrolan si bule ke bapak ini, tapi ah sudahlah ternyata mereka sudah berdamai dengan caranya sendiri. Tak terasa kami sampai di stasiun tujuan, Probolinggo.
17.15 – 19.00
Bareng bule – bule yang menuju Bromo kami naik angkot sampai di Besuki. Tepatnya di Polsek Besuki di mana kami akan bertemu dengan geng Raung. Ternyata mereka lebih dulu sampai dan menunggu kami sepersekian jam. Uuuu maaf, keretanya sempat terlambat sejam.
19.00 – 19.30
Lalala yeyeye kami ikut istirahat sebentar di mushola Polsek, dan rebut berdebat membeli makan malam karena Tubis yang kebingungan si penjual makanan ga punya bungkusan. Sementara Keret dan Kodok heboh jajan cilok dan martabak harga 4ribuan.
19.30 – 21.00
Dengan angkot carteran seharga 150ribu kami meninggalkan polsek Besuki menuju basecamp pendakian via Baderan. Duduk di pinggir angkot tak berpintu sempat membuatku hampir terjatuh, untung kaki nyangkut di kolong bangku. Syukurlah sampai di basecamp dengan selamat.
21.00 – 00.00
Perjalanan yang semula direncanakan 4 hari 3 malam sempat diragukan oleh petugas perhutani yang menjaga basecamp, menurut beliau pendakian di Argopuro kalau bisa jangan pasang target. Jalan aja ikuti jalur, semampunya, pokoknya malam hari tak boleh ada rencana jalan. Malam di Argopuro harus camp, karena hari gelap bisa membingungkan dan menyesatkan mengingat kondisi jalur di Argopuro yang memang dibuat tidak terlalu jelas dengan plang lokasi. Diskusi rencana perjalanan pun kami lakukan, sambil makan dan nyemil martabak yang heboh diborong tim Raung kami memutuskan camp 3 kali di Mata air I, Cikasur dan simpang puncak  setelah mengorbankan untuk tidak camp di Danau Taman Hidup. Obrolan selesai, waktunya tiduur ~
Rabu, 15 Oktober 2014
05.00 – 08.30
Matahari cepat sekali naik di Jawa Timur, bergegas Subuhan, antri mandi supaya badan lebih segar saat perjalanan. Tak lupa kami melakukan pemanasan dipimpin Mamang Keret hahaha.
08.30
Foto bersama di depan basecamp, siap jalaaan. Argopuro here we come~
09.40
keliatannya sih ijo, tapi debunya masya Allah

Musim kering, apalagi ini adalah kali pertama pendakian dibuka lagi setelah kebakaran hutan yang melanda kawasan pegunungan Yang dimana Argopuro berada. Jalanan berdebu, matahari sedang panas – panansnya naik, muka memerah, batuk – batuk dan hidung yang mulai penuh oleh debu tak menyurutkan langkah kami melanjutkan pendakian. Mana hutan rimbun yang hijau asri, kering yang kami temui tak seperti pendakian yang diceritakan senior kala itu. Hampir setiap kami menemui tempat agak teduh, berhenti untuk minum dan sekedar ngobrol. Panas sekali subhanallah, apalagi di gunung sebelah ada asap membubung tinggi, ah ada kebakaran hutan lagi. Semoga apinya segera mati dan pendakian kami lancar tanpa halangan. Bismillah, setelah sempat desperate kamipun berjalan menuju tujuan pertama kami, pos Mata air I.

15.00
Sempat berpapasan dengan penduduk sekitar yang mengendarai motor, debu semakin tebal beterbangan. Oh, God why.. Harus sesiang ini jalur semakin berdebu. Oiya, Pak Suryadi bilang sebenarnya kami bisa naik ojek ke Cikasur kalau mau tapi dengan harga 200ribu. Mahalnyaa.. Ya memang mahal, worth untuk jarak yang ditempuh, untuk orang normalnya sampai Cikasur ditempuh 3 hari 2 malam, sementara menurut teman kami yang sesama STAPALA mungkin bisa ditempuh dalam 2 hari 1 malam. Beda dengan versi manper Tubis yang sangat optimis sampai Cikasur dalam 9 jam Hahaha

Kami sampai di Mata air 1 setelah 6,5 jam perjalanan 😀

15.30 – 16.00
Alhamdulillah sebelum gelap kami sampai di camp, jiwa – jiwa kelaparan ini pun segera duduk berbaris makan nasi bungkus yang kami beli di start point Baderan tadi. Biarpun bungkus nasi sudah menyatu dengan isinya dan minyak gorengan menyebar kemana – mana, bersyukur bisa makan sebelum gelap datang.
16.00 – 18.00

Sholat, dan segera mendirikan tenda camp dilanjutkan dengan masak. Menu masakan nasi sop, asiiik berkuah ~

dua tenda dengan jemuran di tengahnya
18.00 – 20.00
Makan malam bersama, uuu masing – masing wadah untuk bertiga orang. Aku, Riweuh Enen makan dengan damainya, sementara geng cowok rebut sendiri hahaha sengketa.
Sambil bergantian untuk sholat, kami ngopi – ngopi bareng ngelilingi trangia dan kompor . Heboh karena gerombolan tikus hutan berkeliaran di sekitar kami, untung bukan tikus ganas yowis benke wae ~
20.00
Untungnya camp lebih awal adalah tidur awal, hihihi nice sleep everyone ~
 
Kamis, 16 Oktober 2014
05.00
Indahnya dunia kalau kami bangun lebih pagi, sayang sekali sunrise warna cerah pun tak terlihat bagus dari spot ini. Ketutupan pepohonan, duh reek. Bangun dan menatap sunrise yang ketutupan itu rasanya sedih. Ga kaya langit semalam yang cerah bertabur bintang ~
06.00 – 08.30
Berbagi tugas, memasak, ambil air, ada yang beberes tenda juga sebelum hari semakin siang dan panas. Makan bersama sebelum lanjut ke tujuan berikutnya. Setelah packing semua selesai, berdoa semoga perjalanan lancar. Cikasur here we go ~
08.30 – 10.17
Kalah pagi dengan penduduk sekitar yang naik motor mencari tanaman obat di hutan, jalanan sudah dibuat debuan. Oh maaan, mau nutup muka pake masker tapi panas, ga ditutup kebakar matahari. Dilema, jalanan hari ini tak kalah berdebu dan panas daari kemarin. Setelah nyelonong duluan karena sempat merasa mulas, aku sampai duluan di pos Mata air II. Sayang sekali, perut sepertinya hanya tipu – tipu merasa sakit.
10.17 – 11.30
Hompimpa menentukan siapa yang ambil air, kami istirahat dan makan roti. Sementara itu di sela – sela obrolan, rencana mendadak Kodok, Keret dan Buncil ke Semeru semakin menguat. Mereka masih sibuk menggoyahkan Rangrang dan Tubis untuk bergabung. Gunung tersulit sudah, gunung terpanjang masih on going, gunung tertinggi sekalian di Jawa, demi prestige kata mereka. Haahaha kita lihat saja.
11.30 – 12.45
Desperate tak kunjung sampai Cikasur, jalan yang dilalui ternyata melewati Savana kecil. Di tengah savana ada sebuah pohon besar rindang. Bergegas kami letakkan carrier dan lari – lari di savana ala – ala gaya Syahrini berbaring di rumput juga. I feel free ~

Spot di sini baguus banget, selfie, bikin video, foto bersama 35 tahun STAPALA pun iya. Yeaay~

selfie pake tripod hahaha
I feel freeee ~
Selamat 35 tahun STAPALA ~

14.00 – 15.10

Perjalanan masih panjang, setelah puas berguling guling di savanna ini kami melongo mendapati Savana besar kebakaran. Lokasi yang terbakar cukup strategis dan luas, ya Tuhan segini keringkah musim sampe hutan terbakar hebat.

16.30
Kata orang, spot di Cikasur bagus untuk sunrise dan sunset. Setelah melewati savanna yang lain, lewat jalanan dengan sungai jernih yang menghijau ditutupi sebagian enceng gondok, sampai juga kami di Cikasur. Kyaaa ~

air..

sumber air sudekaaat

segeeer

padang savanna terhampar menggoda mata
17.00 – 18.00

Sebagian masih sibuk foto – foto, ada yang segera ke sungai mandi, ada yang ambil air, ada yang gantian sholat. Untung di sini ada semacam pondokan kecil walaupun nyaris roboh. Lumayan buat tameng angin di malam hari. Tenda dibangun di samping dan di pondokan. Spot masak pun sudah ditentukan. Oiya suara merak mulai jelas terdengar, sayangnya aku tak menemukan satupun merak kelayapan ~

18.00 – 20.00

Seperti biasa agenda malam hari adalah masak dan makan bersama, selain sholat tentunya. Menu malam ini adalah Fuyunghay ala mamang Keret dan tumis tempe (lebih tepatnya tumis butiran kedelai karena tempe remuk duluan) hihihi.

masaaaak!

Kocak emang anak – anak posko ini kalau bercanda, sok – sokan jadi juri Tubis, Kodok dan Buncil di skip giliran minum teh. Rasakan hahaha. Akhirnya pura – pura lomba masak dan juri – jurian ini selesai juga, angin malam bertiup semakin kencang, alay2 sebelah menyalakan api unggun dengan menebang pohon di sebelah. Oiya, mereka adalah segerombolan orang yang datang dengan motor. Dari Baderan pukul 13.00 dan hanya menempuh 4 jam sampai di Cikasur. Sementara kami harus 2 hari 1 malam baru sampai sini. Sakitnya itu disini..

sky full of stars in Cikasur
21.00
Seperti biasa, pola tidur bayi, tidur awal, save energy untuk hari esok. Goodnight ~
 
Jumat, 17 Oktober 2014
04.30 – 05.00

Sunrise di Cikasur indah? Ga keliatan jelas, ketutup bukit sebelah, ah kzl.  Sunrise nya tipu tipu.. Yang sholat sholat, yang kena php sunrise yaudahlahya..

06.00 – 07.30
Rutinitas pagi hari, masak lagii, kali ini giliran sayur jipang dan tempe lagi hihihi. Sarapan happy ~
07.30 – 09.06

Biar gaul bawa tulisan happy birthday buat temen, happy wedding juga ada, yang bikin foto mesra ngajakin pacarnya naik gunung juga ada. Hihihihi Puas foto – foto dilanjutkan cleaning area, kami bersiap melanjutkan tujuan ke simpang puncak.

are you ready kapten? aye~
09.06
Bismillah, simpang puncak optimis digapai sebelum senja menjelang. Bismillah ~
09.06 – 11.36
Jalan keluar masuk hutan lagi, kering kerontang, semak belukar kami lewati, termasuk area edelweiss yang menghampar luas. Subhanallah bagusnya ~
Sekitar 90 nmenit perjalanan kami tempuh, sampai juga di Cisentor. Halooo
11.36 – 12.12
Merencanakan strategi perjalanan berikutnya, semua dilakukan demi tiket kereta tanggal 19 yang harus dikejar tepat waktu. Ada yang selfie, ada yang sibuk ngambil air, ada yang bikin video pura – pura kaget sampai Cisentor wkwkwk Pokoknya ini fun trekking aja lah, no sad feeling
13.25
Ketinggian yang semakin bertambah kami lewati, satu lapis baju pun tak cukup menghangatkan, alhasil dua lapis baju kupakai demi menghangatkan badan, plus sarung tangan agar kuku tanganku yang patah tak semakin sakit terkena semak belukar. Sampai juga di Rawa Embik, aku berteriak sekencang – kencangnya. Aaaaaaaaaaaak. Dan burung – burung yang tadi sempat hinggap terbang semua, duh maap terlalu senang sampai sini.
13.25 – 14.50
Sembari istirahat, kami manfaatkan waktu untuk ambil air yang terakhir sebelum ke simpang puncak dan sholat. Terlalu lama berhenti, dingin semakin menusuk tulang. Perjalanan kami lanjutkan lagi ~
16.04
Dengan muka bercadar ala – ala, dan kacamata hitam, aku berjalan menantang matahari hihihi. Setidaknya efek gosongnya tak akan terlalu parah ya ~
Bahagia itu saat badan sudah terlalu lelah, dan ternyata spot tujuan kami sudah di depan mata. Selamat datang simpang puncak, perempatan deng lebih tepatnya. Ke arah sana Rengganis, ke situ Puncak Argopuro, ke sana dikit arah pulang. Ciyeee senangnya sampai sebelum gelap. Buru – buru meletakkan carrier dan berleha – leha
16.30 – 17.00

Sebelum terlewat, berburu sunset ke Puncak Argopuro 3.088 mdpl. Selamat datang, jadi ini toh Puncak Argopuro yang harus kita lewati berhari – hari perjalanan itu. Tak terlalu special, tapi mencapainya butuh waktu sekian lama hahahha

puncak Argopuro
17.00 – 17.13
Foto dengan spanduk Selamat 35 tahun STAPALA, walaupun perjalanan ini nantinya tidak dihitung untuk 35 tahun STAPALA (hiks). Dilanjutkan video pura – pura kaget sampai di puncak dan foto masing – masing, sebagian dari kami turun untuk mendirikan camp duluan, sementara sebagian mau ke Puncak Arca.
17.30 – 18.00
Sebelum gelap tenda sudah berdiri, siap masak.
18.00 – 20.00
Menu malam ini adalah soto, mau masak aja pake acara berantem dulu. Mau makan pake acara dipaksa ngambil dulu karena masak di tenda yang berisi aku, Enen, Riweuh dan Tubis. Sementara di luar setelah menggoreng telur, Keret langsung masuk tenda saking dinginnya. Partner makan cewek tetep bertiga, sementara Tubis heboh karena bareng Sundul, ga bareng Kodok lagi rebutannya. Hahaha kocak lah mereka, kami para cewek cuma ketawa melihat kelakuan mereka yang seperti bocah.
21.00
Karena rencana besok pagi – pagi banget mau ngejar sunrise, mari kita tiduur ~
 
Sabtu, 18 Oktober 2014
04.30
Angin semalam bertiup dengan kejamnya, memaksa kami meringkuk di balik sleeping bag lebih lama. Hasilnya? Ga ada yang mau summit, ga ada yang keluar dari tenda, kecuali Tubis. Maafkan kami, malah ndekem di tenda semua. Dinginnya ampun ga nahan..
05.00 – 06.30
Akhirnya hanya Tubis, aku, Riweuh, Enen dan Sundul yang mau keluar tenda dulu. Setelah sholat, kami nyicil mau masak menu berat terakhir, nasi sarden. Sekalian bikin minum hangat, kokoa, kopi dan teh. Hihihii lumayan badan makin hangat.
06.30 – 07.30
Karena summit attack yang secara sengaja kesiangan, kami packing dulu sebelum muncak ke Rengganis. Bismillah, cuaca sudah menghangat.
07.50
Berangkat summit ke Rengganis, siap tongsis, kamera, air dan kacamata alay ihihihi
08.00 – 08.30

Sampailah kami di Puncak Dewi Rengganis yang melegenda itu, ciyeee kesiangan banget padahal kalau pagi buta tadi kami sampai sunrise nya pasti bagus. Ah, tak apalah yang penting foto – foto dan bisa selfie di puncak syukur Alhamdulillah.

wefie                 
08.30 – 09.00
Bergegas turun dan ambil carrier masing – masing, bismillah tujuan selanjutnya, Cemoro Lima, Danau Teman Hidup #eh , baru trekking turun ke peradaban.
09.00 – 10.30

Berjalan melewati hutan yang terbakar, sisa – sisan bara api masih terlihat, bau asap kebakaran masih tercium tajam, melewati kayu – kayu tumbang dan jalanan yang terjal adalah jalur turun kami via Bremi. Setelah satu setengah jam berjalaan sepertinya Cemoro Lima telah kami lewatkan tanpa sadar. Berhenti di tepi jurang, sekedar makan biscuit Roma Sari Gandum bekal yang tersisa, obrolan kocak tetap saja ada. Skandal puncak atika wkwkwkw.

Travelling is best measure in friends, rather in miles~

10.30 – 12.50
Tinggal sebentar lagi, sebentar lagi sampai danau, tipu – tipu diri sendiri akhirnya kami sampai di Danau Taman Hidup, yang selalu salah kusebut Danau Teman Hidup. Wkkwkwk Senangnya di pinggir danau sejuk hawanya, udaranya segar, dan sepi tak seperti Ranu Kumbolo yang sekarang ramai macam pengungsian. Sayang sekali kami tak menemukan rusa dan hewan – hewan yang kabarnya sering minum di danau ini. Hanya terdengar teriakan monyet berkelahi yang kami pikir menyerang Keret karena dia tak juga tampak seusai mengambil carrier -___-
12.50 – 15.05
Demi tiket 19 Oktober kami rela tidak camp di sini, berhenti cukup lama untuk sekedar foto – foto, masak mie instan dan makan bersama. Ternyata masih lapar juga, ada sisa tepung maizena dimanfaatkan untuk membuat cilok (yang gagal dan akhirnya digoreng). Yaampun, ini survival mode on. Untungnya perjalanan sesame STAPALA kami tidak jijikan dan pilih – pilih makanan. Karena pernah mengalami diklat dari organisasi yang sama dan sudah seperti saudara, perasaan rishi makan – makanan yang tak menarik itu nyaris tak pernah ada. Untuk kondisi ini kami jadi kreatif, dengan bahan seadanya tepung pun bisa dimakan, ditambah masih ada kerupuk ikan. Hihihi
..

selfie pake tripod di Danau Taman Hidup, biar ngehits
“Sejauh ini, perjalanan paling menyenangkan dan nyaman adalah bersama STAPALA, karena kami datang dari frekuensi yang sama “
15.05 – 18.22
Danau Taman Hidup kami tinggalkan setelah berfoto bersama dan berdoa. Siap meninggalkan hutan belantara menuju peradaban.
Jalur pendakian Argopuro ini terhitung nyaman, tak terlalu terjal, sejauh kaki baik – baik saja itu tak masalah. Karena asik turun berlari, kakiku  keseleo  dan dua lutut ini bengkak, antara geli merasa bodoh karena berkali – kali terjungkal, sedih rasanya tak bisa turun berlari seperti biasanya. Aku lambat, jalan terpincang – pincang, duhdeek. Turun dengan langkah agak lambat, dan muka mewek karena tadi mendapati ulat bulu melintang di jalur, aku pasrah. Sampai di bawah malam sendiri tak apa, untung nya Sundul Riweuh bareng denganku sampai bawah. Ya mau tak mau kaki ini dipaksa berjalan. Jangan manja, sebentar lagi peradaban Nggi!
Alhamdulillah ba’da magrib kami sampai di peradaban Bremi, Situbondo. Bahagianya melihat kerlap kerlip lampu dan lalu lalang manusia lagi.
19.00 – 22.00
Kamipun bergegas ke tempat Pak Arifin di pos Bremi, makan malam di warung dekat masjid. Lupakan makanan survival, ini peradaban, saatnya makan ayam :3
Gantian antri mandi sebelum sampai stasiun hihiihi bahagianya pendakian yang penuh skandal dan banyolan ini selesai dengan bahagia 😀
23.30

Dengan angkot carteran seharga 300 ribu, kami ber 9 yang kelelahan ini terlelap selama perjalanan ke Probolinggo. Sampai Stasiun Probolinggo, waktunya say goodbye  ke Rangrang Tubis yang akan ke Surabaya. Sementara Keret, Kodok, Buncil akhirnya memutuskan melengkapi pendakian SAR (Semeru Argopuro Raung). Kami sengaja tidak mengucapkan selamat ulang tahun ke Tubis yang hanya setengah jam lagi. Hihihi, maapin aja ya wkwkwk

Sementara kami ber 6 tidur ngemper di stasiun menunggu pagi menjelang.
 
Minggu, 19 Oktober 2014
04.00
Jadi ini toh rasanya ngemper di stasiun, bangun setelah mules dan langsung sholat sekalian ke masjid.
06.30- 08.30
Probolinggo pagi ini, senangya melihat keramaian, warga ramai jalan jalan keliling sunmor, ada yang jogging, ada yang senam, ada yang sekedar jajan di sekitar sunmor. Sementara itu, kami sarapan, Enen makan lontong kari, sementara kami lainnya sarapan mie ayam -_-
09.30
Kodok Keret Buncil off to Semeru, selamat jalan tim SAR semoga sukses perjalaanannya hihihi
11.05
Bangsal Riweuh Enen Sundul, geng Sri Tanjung pulaaang. Terimakasih Argopuro untuk perjalanannya yang panjang, terimakasih saudara2 ku untuk trip yang sangat menyenangkan. Semoga segera dapat SK dan penempatan, kita jalan lagi yuk :3


Peserta :

1. Anggi Restiana Dewi a.ka Bangsal 975/SPA/2012
2. Atika Ratnasari a.ka Riweuh 953/SPA/2012
3. Najihah Nh a.ka Enen 932/SPA/2011
4. Adi Setia Jaya a.ka Sundul 939/SPA/2011
5. Tumbur Leonardo a.ka Tubis 944/SPA/2011
6. Septian Eko Cahyo Nugroho a.ka Kodok 979/SPA/2012
7. Ghaisandi Oktrianda a.ka Rangrang 1024/SPA/2013
8. Muhammad Taufik a.ka Keret 1023/SPA/2013
9. Syakir Perdana Putra Munthe a.ka Buncil 1027/SPA/2013

Berangkat :
Probolinggo – Besuki angkot : @ Rp 5.000
Besuki – Baderan , carter angkot : Rp 150.000
Perijinan : Rp 100.000

Pulang :
Bremi – Probolinggo, carter angkot : Rp 300.000
Iuran peserta @120.000 –> logistik, perijinan dan transport Probolinggo

NB : Informasi Pendakian
1. Polsek Krucil 0355 891002
2. Suryadi (Resort BAderan) 081336017979
3. Bidang KSDA Wil 3 Jalan Jawa 36 No Telp 0331 335079